Senin, 26 April 2010

Makalah Perencanaan Pendidikan

Makalah Perencanaan Pendidikan
BAB I
Pendahuluan

A.LatarBelakang

Tidak bias dipungkiri bahwa gelombang moderenisasi dan globalisasi budaya telah meruntuhkan sekat-sekat kultural, etn
ik, idiologi dan agama. Mobilitas social, ekonomi, pendidikan, dan politik. menciptakan keragaman dalam relasi-relasi keragaman. Kini, cukup sulit menemukan komunitas-komunitas sosial yang homogen dan monokultur. Fenomena multikultural sudah menjadi bagian dari imperatif peradaban manusia. Multikulturalisme melingkupi pluralitas ras, etnik, jender, kelas, dan agama bahkan sampai pilihan gaya hidup.
Konsep ini setidaknya bertumpuh pada dua keyakinan. Pertama, secara sosial semua kelompok budaya dapat di reperentasikan dan hidup berdampingan bersama dengan orang lain. Kedua, diskriminasi dan resisme dapat direduksi melalui penetapan citra positif keragaman etnik dan pengetahuan budaya-budaya lain, Untuk itu wawasan dan gagasan multikulturalisme perlu dikukuhkan dalam segala pendidikan.
Sebagai idiologi partisipatoris, multikulturalisme mengusung prinsip-prinsip keragaman, kesetaraan, dan penghargaan atas yang lain, sehingga pesan universal pendidikan dapat dirasakan semua pihak. Disinilah letak urgensi pengajaran multikultural dan multi etnik di dalam pendidikan yakni dengan mendidik siswa agar tidak melakukan tindakan kejahatan terhadap siswa dari suku lain, khususnya di dalam lingkungan pendidikan agama. Demikian pula pengajaran multi etnik itu lebih hetrogen lagi pada sekolah umum.
Gagasan dan Rancangan memasukan wawasan multikultural disekolah agama dan madrasah patut disahuti, sepanjang tidak terjadi pengaburan kesejatian idiologi dari pendidikan Islam itu sendiri. Pendidikan Islam memiliki ke unikan dan khasnya sendiri sesuai dengan visi d
an misinya. Adapun visi dari madrasah dan pendidikan agama Islam adalah terwujudnya manusia yang bertaqwa, berakhlak mulia, berkepribadian, berilmu, terampil dan mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan misinya adalah menciptakan lembaga yang islami dan berkwalitas, menjabarkan kurikulum yang mampu memahami kebutuhan anak didik dan masyarakat, menyediakan tenaga kependidikan yang profesional dan memiliki kompotensi dalam bidangnya dan menyelenggarakan proses pembelajaran yang menghasilkan lulusan yang berprestasi.
Berkaitan dengan perlunya menggagas sekolah agama dan madrasah yang berwawasan multikultural maka kami akan mencoba mengkaji sebagaimana yang di amanahkan oleh pemerintah yakni dengan terlebih dahulu mengantarkan kebijakan Departemen Agama dalam mengembangkan Pendidikan Agama di sekolah dan madrasah, peran dan fungsi Departemen Agama dalam pendididkan dan bagaimana seharusnya sekolah agama dan madrasah melihat dan menyikapi desakan multikulturalisme yang telah menghangat dengan segala konsekuensi dan idiologi yang di usungnya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Madrasah dan pendidikan agama Islam mengaktualisasikan peserta didik dalam kehidupan bermasyarakat?
2. Bagaimana kebijakan Departemen Agama dalam mengembangkan Pendidikan Agama di sekolah dan madrasah?
3. Apa peran dan fungsi Departemen Agama dalam pendididkan dan bagaimana seharusnya sekolah agama dan madrasah melihat dan menyikapi desakan multikulturalisme?
4. Bagaiman sistem pendidikan Nasional dalam loyalitas madrasah?
BAB II
Pembahasan
A. Kebijakan Departemen Agama
Sebelum di jelaskan hal-hal apa saja yang di lakukan oleh Depag; dalam memajukan sekolah agama dan madrasah kiranya perlu di jelaskan posisi pendidikan Agama dan madrasah dalam system pendidikan nasional. Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan Islam telah lama eksis di bumi nusantara ini sejak masuknya Islam di Indonesia. Pendidikan Islam baik sebagai lembaga, sebagai mata pelajaran dan sebagai nilai
cukup berperan dalam mencerdaskan bangsa.
Pendidikan Islam sebagai lembaga di akuinya keberadaan lembaga pendidikan Islam secara ekplisit. Sebagai mata pelajaran di akuinya pendidikan agama sebagai salah satu mata pelajaran yang wajib di berikan pada tingkat dasar sampai pada perguruan tinggi. Lalu berikutnya Pendidikan Islam sebagai nilai, yakni ditemukannya nilai-nilai Islam dalam sistem pendidikan nasional.
Untuk melihat eksistensi pendidikan Islam dalam ketiga kategori itu dalam UU No. 20 tahun 2003 baik sebagai lembaga, sebagai mata pelajaran dan sebagai nilai dapat dilihat dalam pasal-pasal sebagai berikut :

1. Pendidikan Islam sebagai Lembaga baik MI, MTs, MA atau MAK atau Perguruan Tinggi diatur dalam pasal 17 dan Pendidikan keagamaannya diatur dalam pasal 30.
2. Pendidkan Islam sebagai mata pelajaran dapat dilihat dalam pasal 36.
3. Adapun pendidikan Islam sebagai nilai pada hakikatnya adalah nilai yang membawa nilai kemaslahatan dan kesejahteraan bagi seluruh makhluk , demokratis, egalitarian, dan humanis.
Berangkat dari kondisi diatas akan jelas sekali bahwa eksistensi Pendidikan Agama Islam di madrasah sangat jelas dan dapat dirasakan. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan dan memperdayaan dan sekaligus pengembangan Pendidikan Islam secara terus menerus. Diantara kebijakan yang dilakukan oleh Departemen Agama dalam pembinaan Bidang Madrasah dan Pendidikan Agama Islam (Mapenda) dapat dilihat sebagai berikut:
1. Pemerataan pendidikan, diarahkan untuk menunjang penuntasan wajib belajar 9 tahun (Wajar 9 tahun).
2. Peningkatan Mutu Pendidikan diseluruh jenjang pendidikan, baik ditingkat MI maupun MTs dan sertapeningkatan kualitas Pendidikan Agama Islam disekolah Umum.
3. Efektifitas dan efisiensi artinya penyelenggaraan pendidikan benar-benar dapat mencapai tujuan pendidikan yang maksimal dengan memanfaatkan biaya yang minimal.

Adapun dalam bentuk pengembangan dan pemberdayaannya adalah dengan terus melakukan pembinaan dan pelatihan kepada pendidik. Dalam kacamata Departemen Agama setidaknya ada empat kompetensi pokok yang harus dimiliki oleh seorang tenaga pendidik. Pertama, kompetensi keilmuan, Kedua, kompetensi keterampilan mengkomunikasikan ilmunya kepada peserta didik. Ketiga, kompetensi manjerial dan keempat adalah kompetensi moral akademik dimana ia mesti menjadi contoh panutan bagi anak didik dan masyarakat.
Jika pengembangan dan pemberdayaan dilakukan sesuai dengan perencanaan sistem pendidikan dan menggunakan pendekatan system maka, akan mendapatkan manfaat-manfaat sebagai berikut:

1. Menyeimbangkan ketidaktentuan
2. Meningkatkan penghematan operasi-operasi
3. Memusatkan diri dari tujuan
4. Menyediakan fasilitas bagi control.

Selain dari masalah pendidik juga dilakukan pemberdayaan sarana dan fasilitas, pengkajian kurikulum yang selama ini dianggap masalah yang tak pernah kunjung selesai. Selain itu, pembinaan bersifat struktural dan kultural. Tampaknya secara kultural Depag masih mengalami kendala yang sangat serius dimana umat Islam dan masyarakat luas belum memberikan sepenuhnya kepercayaan kepada sekolah di lingkungan Depag dengan asumsi bahwa pendidikan di lingkungan agama kurang berbobot. Tantangan ini memang cukup menarik, tapi dengan semangat yang tidak kunjung menyerah Depag terus melakukan upaya-upaya dan terobosan terus-menerus.

B. Peran dan Fungsi Departemen Agama

Dalam hal pembinaan, pengawasan dan pengembangan pendidikan agama di sekolah dan madrasah tidak lepas dari peraturan dan perundang-undangan yang ada. Selain UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka Depag berpedoman kepada KMA No. 373 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota yakni pada pasal 2 dijelaskan tugas pokok dan fungsinya sebagai beerikut:

“Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi mempunyai tugas melaksanakan tugas pokok dan fungsi Departemen Agama dalam wilayah Propinsi berdasarkan kebijakan Menteri Agama dan peraturan perundang-undangan.”
Adapun tugas dan fungsi bidang yang mengurusi pendidikan adalah Mapenda sebagaimana di sebut dalam pasal 31 yang menjelaskan sebagai berikut: “Bidang Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum mempunyai tugas melaksanakan pelayanan dan bimbingan di Bidang penyelenggaraan pendidikan pada madrasah dan pendidikan agama Islam pada sekolah umum dan serta sekolah luar biasa”.
Pada pasal 32 menjelaskan fungsi Bidang Mapenda, pada pasal 33 seksi-seksi yang terdapat dalam Bidang Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada sekolah Umum. Pada pasal 34 penjelasan tugas dari seksi-seksi sebagaimana dimaksud pada pasal 33 diatas. Pada pasal 35 Tugas Pekapontren dan Penamas. Pada pasal 36 penjelasan tugas dari Pekapontren dan Penamas tersebut. Selanjutnya pada pasal 37-50 tentang pembagian seksi dan tugas dari bidang Pekapontren dan Penamas.
Urgensi Pendidikan Multikultural Dalam Pendidikan Islam Menyongsong tentang konsep pendidikan yang berwawasan multikultural disekolah khususnya dilingkungan agama pada dasarnya pendidikan Agama tidak terlalu masalah sebab konsep itu send
iri bukan sesuatu yang bertentangan dengan konsep dasar Islam yang memang mengatur sistem kehidupan yang multi-etnik, budaya, ras, adat istiadat dan gaya hidup.
Seabagaimana dipahami bahwa multikulturalisme adalah makna yang menunjuk pada kenyataan bahwa kita tidak hidup dalam sebuah budaya saja. Budaya dalam arti semua usaha manusia untuk mengungkapkan dan mewujudkan semua usaha manusia untuk mengungkapkan dan mewujudkan semua hal bernilai baik dari kehidupannya.
Bagi pendidikan agama Islam gagasan multikultural bukanlah sesuatu yang di takuti dan baru, setidaknya ada empat alasan untuk itu. Pertama, bahwa Islam mengajarkan menghormati dan mengakui keberadaan orang lain. Kedua, konsep persaudaraan Islam tidak hanya terbatas pada satu sekte atau golongan saja. Ketiga, dalam pandangan Islam bahwa nilai tertinggi seorang hamba adalah terletak pada integralitas taqwa dan kedekatannya dengan Tuhan.
Untuk merancang strategi hubungan multikultural dan etnik dalam sekolah dapat digolongkan kepada dua yakni pengalaman pribadi dan pengajaran yang dilakukan oleh guru. Dalam pengalaman pribadi dengan menciptakan pertama, siswa etnik minoritas dan mayoritas mempunyai status yang sama, kedua, mempunyai tugas yang sama, ketiga, bergaul, berhubungan, berkelanjutan dan berkembang bersama, keempat, berhubungan dengan pasilitas, gaya belajar guru, dan norma kelas tersebut.
Adapun dalam bentuk pengajaran adalah sebagai berikut: pertama, guru harus sadar akan keragaman etnik siswa, tidak bisa dalam mendidik, kedua, bahan kurikulum dan pengajaran seharusnya refleksi keragaman etnik dan ketiga adalah bahan kurikulum
dituliskan dalam bahasa daerah/etnik yang berbeda.
Jelasnya bila pengajaran multikultural dapat dilakukan dalam sekolah baik umum maupun agama hasilnya akan melahirkan peradaban yang juga melahirkan toleransi, demokrasi, kebajikan, tolong menolong, tenggang rasa, keadilan, keindahan, keharmonisan dan nilai-nilai kemanusiaan lainnya. Intinya gagasan dan rancangan sekolah yang berbasis multikultural adalah sebuah keniscayaan dengan catatan bahwa kehadirannya tidak mengaburkan dan atau menciptakan ketidak pastian jati diri para kelompok yang ada.
BAB III

Penutup

A. Kesimpulan

Dari paparan singkat diatas bahwa jelas sekali institusi pendidikan Agama Islam sesuai dengan perjalanan panjangnya tetap memiliki keunikan tersendiri yang tidak bisa lepas dari ajaran dan falsafah dasar dari pendidikan Islam itu sendiri.
Kemajuan yang sedang di hadapi pendidikan islam tidak akan pernah mencerabut eksistensinya dari akar ajaran yang terdapat dalam sumber Al-Qur’an dan Hadis. Kajian ulang terhadap teks boleh jadi dilakukan tapi ia tidak akan pernah larut dengan keinginan yang sempit karena itu sangat bertentangan dengan karakter dasarnya yang solih likulli jaman wa makan wa ummatan.

Daftar Pustaka

Ahmadi, Idiologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris, Yogyakarta. Pustaka Pelajar, 2005
Ahmad Zulaichah, Perencanaan Sistem Pendidikan, Jember. Pustaka-Stain, 2008
Abdul Rahman Shaleh, Pendidikan agama dan Keagamaan Visi, Misi dan Aksi, Jakarta. PT. Gemawindu Pancaperkasa, 2000
Haidar Putra Daulay, Kedudukan Pendidikan Islam di Indonesia dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional” dalam buku “Antologi kajian Islam, Medan. Citapustaka Media, 2004
Kardinal Julius Darmoatmojo, Pendidikan Multikulturalisme melalui pendekatan Sosiologi Agama, dalam Buku “Menggagas Kerukunan Umat beragama Di Indonesia”, Jakarta. PPKH, 2002

Tidak ada komentar: